festival-greenland

Jenazah dari Israel Tunjukkan Luka Eksekusi

Jakarta – Duka mendalam menyelimuti Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza bagian selatan. Sebanyak 90 jenazah warga Palestina yang dikembalikan oleh otoritas Israel berdasarkan kesepakatan gencatan senjata dilaporkan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan dan eksekusi.

Menurut laporan dokter setempat, hampir seluruh jenazah yang diterima dalam kondisi mata tertutup kain, tangan terikat, dan luka tembak di kepala, terutama di antara kedua mata. Temuan ini memicu kecaman internasional atas dugaan pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan.

“Hampir semuanya dieksekusi. Kami menemukan tanda-tanda pemukulan dan luka yang jelas menunjukkan penyiksaan,” ujar dr Ahmed al-Farra, Kepala Departemen Anak di Rumah Sakit Nasser, seperti dikutip The Guardian, Minggu (19/10/2025).


Pertukaran Jenazah di Tengah Gencatan Senjata

Proses pemulangan jenazah ini merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, dengan ICRC (Komite Internasional Palang Merah) bertindak sebagai perantara.

Dalam kesepakatan tersebut, Hamas menyerahkan jenazah beberapa sandera Israel yang tewas selama perang, sementara Israel memulangkan dua kelompok jenazah warga Palestina, masing-masing berjumlah 45 orang.

Meski dianggap langkah kemanusiaan, situasi di lapangan justru memperlihatkan penderitaan yang lebih dalam. Banyak jenazah warga Palestina dikirim kembali tanpa identitas dan hanya diberi label bernomor, membuat keluarga korban kesulitan mengenali mereka.

“Mereka tahu identitas jenazah-jenazah ini, tetapi memilih tidak memberikannya. Seolah mereka ingin keluarga para korban terus menderita,” tambah dr al-Farra.


Rumah Sakit Gaza Kewalahan

Kondisi infrastruktur kesehatan di Gaza yang porak-poranda akibat dua tahun perang membuat proses identifikasi hampir mustahil dilakukan. Rumah sakit tidak memiliki peralatan DNA forensik, sehingga satu-satunya cara mengenali korban adalah melalui ciri fisik dan pakaian.

Selain luka tembak, dokter menemukan bekas memar dan luka sayatan di tubuh korban yang menunjukkan kemungkinan kekerasan berat sebelum kematian.

“Ada perubahan warna kulit, luka terbuka, dan patah tulang yang bukan disebabkan oleh ledakan. Ini bukti mereka telah dipukuli,” jelas salah satu petugas medis di Rumah Sakit Nasser.


Pemulangan Jenazah Jadi Sumber Ketegangan Baru

Pertukaran jenazah ternyata tidak serta-merta memperlancar gencatan senjata. Israel menuduh pihak Hamas menunda pemulangan 28 jenazah sandera Israel dan menyebut satu jenazah yang diserahkan bukan bagian dari daftar resmi.

Akibatnya, Israel memperlambat penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza, memicu kembali ketegangan di wilayah yang baru saja mencoba menikmati jeda perang.

Sementara itu, Hamas mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang dapat mereka temukan, dan Palang Merah mengonfirmasi penerimaan dua jenazah tambahan dari Gaza pada Rabu malam.

Baca Juga: Jaksa Agung Tegaskan Penindakan Hukum Tegas ke Dalam, Humanis ke Masyarakat


Luka yang Lebih Dalam dari Sekadar Perang

Bagi warga Gaza, pengembalian jenazah tanpa nama ini menjadi simbol penderitaan berlapis. Selain kehilangan orang terkasih, mereka juga harus menghadapi ketidakpastian tentang nasib anggota keluarga yang masih hilang.

Di tengah kondisi listrik yang minim, obat-obatan langka, dan rumah sakit yang hampir lumpuh, tenaga medis Gaza berjuang untuk memberi kehormatan terakhir bagi para korban perang.

“Kami tidak hanya melihat kematian, tetapi juga siksaan yang meninggalkan luka psikologis mendalam bagi bangsa ini,” ujar dr al-Farra dengan nada getir.


Seruan untuk Investigasi Internasional

Temuan ini memicu seruan internasional agar dilakukan penyelidikan independen terhadap dugaan penyiksaan terhadap warga Palestina. Organisasi hak asasi manusia menilai, jika benar terbukti, tindakan tersebut bisa termasuk kejahatan perang.

Namun hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Israel terkait tuduhan itu. Di sisi lain, masyarakat Gaza terus menuntut keadilan dan transparansi atas nasib para korban.

Bagi keluarga yang kehilangan, kepastian identitas dan penyebab kematian menjadi satu-satunya harapan di tengah kehancuran yang tak berkesudahan.

By y7uxp